Kamis, 28 Mei 2020

MENDHOAN DI TENGAH HUTAN JATI


Mendung menggelayut dilangit pagi  ketiga Iedul Fitri. Kebijakan  PSBB menciptakan suasana lengang jalanan beraspal yang aku lewati. Kutelusuri jalan sambil menunggu munculnya sang mentari memberi kehangatan permukaan bumi. Kupacu motorku pelahan sambil menikmati panorama disamping kanan kiri. Kuhirup udara pagi sebagai kompensasi berdiam dirumah berhari-hari.

Pagi ini rute perjalananku adalah Ajibarang – Wangon – Jeruklegi. Aku ingin melihat sendiri suasana Idul fitri ditengah situasi pendemi. Sampai sejauh mana msyarakat kita mampu menahan diri untuk tidak pergi. Aku merasakan sendiri jalanan terasa sangat sepi walaupun ada beberapa kendaraan pengangkut barang dan kendaraan pribadi. Angkutan penumpang hampir tidak ada sama sekali. Jalan serasa milik sendiri sehingga bisa berakting seperti Valentine Rossi.

Diperempatan Wangon aku sempatkan berhenti. Kuamati suasana kota begitu sepi tak seperti suasana sehari-hari. Kupacu motorku kembali kearah selatan menuju Jeruklegi. Jalan yang sepi kunikmati dengan senandung bahagia dihati. Sesekali aku berhenti sekedar untuk berfoto selfie. Mengabadikan setiap moment dalam perjalanan kali ini.

Sampai pertigaan Jeruklegi kubelokan motorku kekanan dengan hati-hati. Kususuri jalanan yang mulai berliku dan mendaki. Jalanan terlihat basah pertanda gerimis baru saja berhenti. Perjalanan semakin menawan hati melewati deretan hutan jati disisi kanan dan kiri.

Jika bukan masa pendemi jalan ini padat sekali. Jalur selatan sangat diminati pengendara jalur Jakarta – Bandung – Cilacap – Yogyakarta karena kondisi  jalanya bagus dan sepi. Apalagi pemandangan indah dan sejuk  sepanjang hutan jati. Banyak tempat berhenti untuk istirahat dan minum kopi ditengah hutan jati semakin membuat suasana tambah asri.

Aku berhenti untuk menepi kesebuah warung yang terletak disisi kiri. Kuparkir motorku segera kupesan segelas kopi. Kuambil mendhoan yang masih panas yang teredia diatas baki. Kunikmati panasnya mendhoan selagi belum datang segelas kopi. Mendhoan panas dan segelas kopi ditengah hutan jati perpaduan kuliner yang penuh sensasi.  Kuhirup kopi pelahan sambil meresapi nikmat aroma dan rasa yang membangkitkan  inspirasi.

Kulihat sekeliling warung yang bersih dan tertata rapi. Bangunan warung sederhana dari bambu ini berjarak  sekitar 6 meter dari tepi jalan sehingga area parkir cukup memadai. Ada satu meja panjang dengan bangku bambu panjang muat 6 orang  disisi kanan kiri  . Disebelah samping dan belakang ada gubuk lagi  model panggung beralaskan tikar dengan meja-meja pendek tanpa kursi untuk yang lebih suka lesehan.

Makanan dan minuman kemasan di meja berbentuk leter L didalamnya terdapat perabot dapur untuk memasak dan menyajikan makanan serta minuman. Ada ketupat, tempe yang siap digoreng sehingga kita selalu menikmatinya dalam keadaan panas, makanan ringan dan macam-macam mie instan . Untuk minumanpun tersedia minuman  seperti  teh, kopi, susu, jahe. Dibagian depan warung bertumpuk kelapa muda yang siap kupas dan dinikmati kesegaranya.

Pagi ini aku adalah pembeli pertamanya. Sambil mmenikmati mendoan dan dan kopi aku ngobrol dengan pemilik warung.

“ Bagaimana suasana lebaran tahun ini Bu ?” tanyaku memulai obrolan.
“ Wah jauh sekali mas, turun 80% dari biasanya.” jawabnya antusias.
“Patokanya apa Bu?” kejarku penasaran.
“ Biasanya kalau lebaran saya bisa menghabiskan seribu butir kelapa muda. Sekarang sampai hari ketiga lebaran ini baru tigapuluh butir. Sehari paling banyak 11 butir.” jawabnya.

Aku diam sambil menyeruput kopi yang mulai dingin. Ternyata pendemi covid 19 ini membuat ekonomi terpuruk luar biasa. Jalanan yang biasanya ramai banyak orang yang mampir kewarung sekarang sepi. Aku masih bersyukur sebagai guru honorer betapapun gajiku tidak seberapa tapi saat pendemi ini aku masih menikmati gaji tiap bulan. Akubisa melakukan traveling mendengarkan curhat ibu warung yang ekonominya terdampak covid 19.  Nikmat tuhan manakah yang kamu dustakan.

Tak lama kemudian sebuah mobil sedan berhenti dan parker di depan warung. Ketika pintu terbuka turun suami istri dengan dua anak remaja sepertinya sebuah keluarga muda. Ibu wrung tersenyum cerah menyambut rizqi yang datang pagi ini. Aku berdiri membayar segelas teh dengan dua lembar mendhoan ukuran jumbo hanya Rp 10.000.

“ Trimakasih mas njenengan pembeli pertama yang nglarisi warung saya.” katanya dengan nada yang kurasakan sangat  tulus. 
“Semoga hari ini rizqi ibu melimpah dan berkah.” kataku sambil keluar warung menuju motorku.
“Aamiin.” jawabnya semangat dengan penuh rasa optimis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar